Gue kadang iri sama cewek. Bukan, ini bukan perkara mereka selalu bisa menganggap
diri mereka selalu benar dan cowok selalu salah, atau selalu menjadikan PMS
sebagai alasan untuk marah-marah ke cowok, atau juga soal mereka bisa dapet
1.7863.089 love di instagram hanya dengan nge-post foto selfie dilengkapi caption
yang sama sekali gak nyambung dengan fotonya sedangkan cowok kalo nge-post foto selfie akan di-block massal.
Ini semua soal rambut.
Lebih
tepatnya, soal salah potong rambut.
Menurut
gue, ada ketidak adilan yang terjadi saat cewek dan cowok salah potong rambut.
Cewek akan bertindak penuh drama dan penyesalan saat salah potong, seakan-akan salah potong rambut adalah sebuah akhir dari dunia, padahal
mereka sehari-harinya… berhijab.
YAKAN
GAK KELIATAN JUGA. HHHHH…
Kalo
pun mereka sehari-harinya enggak berhijab, masih banyak model rambut pendek
yang membuat mereka tetap tampak cantik.
Sekarang,
mari bandingkan dengan cowok.
Semending-mendingnya
dari kejadian salah potong, rambut kami pasti akan berakhir dengan potongan
cepak. Jika gak mau potong cepak dan berusaha percaya diri dengan potongan yang
salah tadi, pasti kami akan dibully oleh temen di tongkrongan. Mau pake topi,
tapi ada beberapa orang yang struktur kepalanya gak cocok memakai topi.
JADI,
DI MANA LETAK KEADILAN ITU?!
Dan
kejadian pem-bully-an ini terjadi ke temen gue sendiri. Walaupun sudah lama
lulus, tapi gue dan teman-teman SMA gue masih sering ngumpul gitu. Awalnya ya
kami ngobrol-ngobrol seperti biasa, mengenang beberapa kejadian lucu saat kami
SMA dulu, gosipin teman yang menghilang dari peredaran, sampai membahas masa
depan negara Gabon.
Lama
ngobrol gak terasa akhirnya waktu yang harus memisahkan kami. Saat itu sudah
pukul 10 malam. Temen-temen gue yang cewek sudah musti pulang.
“Eh,
sebelum bubar, kita foto dulu dong.” Kata Ilma.
Ilma
pun mengarahkan hapenya ke arah depan, Kami pun segera mengatur tempat duduk
sedemikian rupa agar wajah tidak fotogenik kami bisa masuk ke dalam frame. Kami berpose dan Ilma segera
mengambil beberapa foto.
“Coba
liat hasilnya, Il.” Kata gue.
Ilma
menyerahkan hapenya ke tangan gue. Mata gue dengan seksama memperhatikan foto
yang tadi diambil. Jari jempol dan telunjuk gue beberapa kali men-zoom in dan zoom out foto.
Hingga
akhirnya gue merasa ada sesuatu yang janggal.
Dari
foto itu gue baru sadar kalo penampilan temen gue, Reza, malam itu aneh sekali.
Tapi, tampak familier sekali.
Beberapa
kali gue bolak balik memandangi foto dia dan muka dia, berusaha berpikir keras
tentang kemiripan dia dengan seseorang. Beberapa detik kemudian tawa gue
meledak.
“KOK
MIRIP KIM JONG UN?! POTONGAN RAMBUT MACAM APA ITU BAHAHAHAHAHA!”
Ilma
dan Tika segera memandang Reza lekat-lekat, beberapa saat kemudian tawa mereka
juga pecah. “Eh iya, kok aneh, sih?” Tanya Tika.
“Salah
potong, cuk! Kubilang sampingnya
jangan tipis, eh dihabisin!” sungut Reza.
Sementara
kami masih ketawa, Reza mulai bercerita.
“Awalnya
mau nyoba potong cepak, kata barberman-nya kepalaku gak cocok model cepak.
Yaudah kubilang rapiin aja, tapi sampingnya jangan tipis, eh malah habis.” Kata
Reza, tangannya menutupi bagian samping kepalanya. “Malu, cuk! Rasanya pengin pake helm full face ke mana-mana!”
Tawa
kami makin pecah.
Setelah
puas ngetawain potongan rambut Reza, yaitu 1 jam kemudian, baru deh kami
pulang.
*****
Tapi
bener sih, ada beberapa orang yang gak cocok dengan model rambut tertentu.
Jangan, jangan bayangkan Mario teguh berambut Mohawk a la anak punk.
Sama
seperti Reza, gue juga gak cocok dengan model rambut cepak. Jangankan cepak,
bagian pinggir rambut gue kalo tipis aja gue udah males keluar rumah dan
bertemu mahluk hidup karena gak pede. Gue lebih percaya diri dengan rambut gue
yang sedikit gondrong.
Makanya,
gue selalu berusaha potong rambut di tempat yang sama dan gak terlalu sering
ganti model potongan rambut karena bagi gue, rambut adalah titik utama
penampilan gue.
Gue
belajar dari pengalaman gue dulu, saat kelas 6 SD.
Seperti
sebuah tradisi, seminggu sebelum lebaran gue pasti potong rambut, agar supaya
saat bertamu ke rumah tetangga di hari Idul fitri, gue ganteng maksimal. Dulu,
gue potong rambut di sebuah pangkas rambut di depan gang komplek perumahan gue.
“Pangkas
Rambut Mahkota Raja”
Sebuah
nama yang sangat menggugah selera untuk potong rambut bukan?
Gue
selalu potong rambut di situ karena ya… lokasinya dekat rumah. Biasanya kalo
gak diantar bapak, ya jalan kaki berdua sama kakak gue, Ryan.
Hingga
akhirnya hari itu datang, hari penghianatan kami terhadap kang cukur pangkas
rambut mahkota raja.
“Yoy,
ada tempat cukur baru. Cobain, kah?” Tanya Ryan. “Tapi agak jauh tempatnya.”
“Kenapa
gak di tempat biasa aja?” tanya gue, ragu. “Males ah, jauh juga.”
“Itu
tempatnya baru buka. Bagus. Pake AC!” kata Ryan, berapi-api. “Ada tulisannya,
FULL AC!”
“Ber-AC?
Ayok, deh!”
Iya,
gue emang segampang itu dipengaruhi.
Entah
kenapa saat itu, AC menjadi sesuatu yang mewah. Sesuatu yang menggoyahkan iman
gue untuk menghianati kang cukur langganan gue. Tapi, ya emang sih pangkas
rambut mahkota raja cuma dilengkapi fitur kipas tua, yang kalo muter, diiringi
bunyi ngik-ngik-ngik. Suaranya sudah
beda tipis kayak taksi goyang di fake
taxi.
Gue
inget banget, saking excited-nya kami
waktu itu, pagi-pagi banget, pukul 10 kami sudah ke sana. Gak peduli lagi
puasa, kami berdua panas-panasan jalan kaki menuju tempat pangkas rambut ber-AC
itu. Seakan-akan AC di pangkas rambut nanti menjadi pelepas dahaga di kala sedang menjalankan ibadah
berpuasa. Bentar, ini kenapa gue jadi pake diksi bapak-bapak, sih?
Kami
pun tiba di sebuah bangunan yang masih tampak baru. Papan tulisan “Pangkas
rambut Mawar FULL AC” menyambut kami di bagian depan. Tidak seperti pangkas
rambut mahkota raja, yang pintunya terbuat dari kayu dan selalu terbuka, di
pangkas rambut ini, pintunya dari kaca dan tertutup rapat, di bagian depan ada
papan kecil tergantung bertuliskan “buka”, di dekat handle pintu ada tulisan
“dorong”, di dinding ada tulisan “awas anjing galak”. Pokoknya keren.
Begitu
masuk, hawa dingin AC mulai menyelimuti badan kami. Dua orang kang cukur
menyambut kami dan memberikan pertanyaan basa-basi, “Mau potong, dek?”
Ya
iyalah! Hih!
Kami
mengiyakan, lalu dipersilakan duduk. Gila, empuk banget kursinya. Kayak daging rendang
kebanyakan dipanasin. Setelah itu dia memakaikan kain, mengitari leher gue dan hebatnya,
di kainnya ada perekatnya gitu. Jadi, gak perlu dijepit pake jepitan jemuran
kayak di pangkas rambut mahkota raja.
“Mau
potong gimana?” Tanya si kang cukur, ramah.
Gue
diem sebentar. Gue inget dengan pesan ibu gue tadi sebelum pergi, “Gak usah
potong macem-macem. Bilang rapiin aja!”
Sebagai
anak yang taat dan berbakti kepada orang tua dan takut durhaka lalu dikutuk jadi emas, gue pun bilang, “Potong Mohawk, om!”
HAHAHA
YA ENGGAKLAH! BISA-BISA GUE DICORET DARI KARTU KELUARGA, DIUSIR DARI RUMAH,
LALU DIDEPORTASI KE NEGARA GABON.
Gue
mengikuti perintah ibu gue. “Rapiin aja, om.”
Kang
cukur pun mulai bekerja. Dia mengambil alat cukur, sisir-sisir, cukur. Ambil
gunting, sisir-sisir, potong. Ambil semprotan, semprot-semprot, basah.
Setelah
beberapa menit, sepertinya proses pangkas rambut ini beres. Tampilan wajah gue
dengan rambut rapi sisir samping terpantul nyata di cermin. Gue puas dengan
hasilnya. Bayangan pujian dari para tetangga saat gue silaturahmi ke rumah
mereka langsung terputar di otak gue. “Uhh anaknya siapa ini kok ganteng? Ini
tante kasih 100 ribu.”
Gue
jadi makin gak sabar menyambut lebaran.
Imajinasi
gue terhenti karena beberapa kali kang cukur ngajak ngobrol dan bertanya
tentang pendeknya rambut gue. “Segini? Apa kurang pendek?”
Karena
sudah ngerasa ganteng maksimal, gue mengangguk. “Sudah pas, om.”
Kang
cukur mengangguk, lalu mengambil sikat dan menyikat dengan pelan bagian-bagian
kepala gue yang tertutup oleh bekas potongan rambut. Lalu dia mundur sedikit,
memandang ke cermin dengan seksama. Bukannya melepaskan kain dan menerima
bayaran, dia malah mengambil kembali alat cukur, sisir-sisir, cukur. Ambil
gunting, sisir-sisir, potong. Ambil semprotan, semprot-semprot, basah.
Oke,
gue berusaha berpikir positif. Mungkin dia ngerasa potongannya ada yang salah
dan dia benerin biar gue makin ganteng.
“Segini?
Pas?” Tanya dia.
Gue
memandangi diri gue di cermin. Menurut gue, potongan rambut ini terlalu pendek,
tapi ya masih bisa ditolerir, lah. Pas lebaran paling sudah agak panjang lagi karena rambut gue lumayan cepet tumbuhnya.
“Sudah,
om.” Kata gue, cari aman. “Sudah.”
“Oke.”
Dia lalu memegang kepala gue, memperhatikan dengan seksama. “Sebentar.”
Kang
cukur tadi kembali mengambil kembali alat cukur, sisir-sisir, cukur. Ambil
gunting, sisir-sisir, potong. Ambil semprotan, semprot-semprot, basah.
LOH?
LOH? KENAPA DIPOTONG LAGI?
“Su-sudah,
om.” Kata gue, mau nangis.
“Bentar,
Dek. Belum rapi.” Balas kang cukur. “Tenang aja.”
TENANG
APANYA KALO DICUKUR TERUS ANJER…
Si
kang cukur terus aja nyukur rambut gue, sementara itu gue deg-degan dan
berusaha tenang, walaupun ya… gak bisa. Di ujung mata gue, air mata gue sudah
hampir tumpah.
“Nah,
sekarang sudah.” Kata kang cukur, sambil bersihin sisa-sisa rambut dan membuka perekat
kain yang membungkus badan gue.
Voila!
Gue
sama sekali gak mengenali siapa bocah yang ada di pantulan cermin. Bocah di
situ tampak suram, model rambutnya cepak, membuat ukuran kepalanya jadi tampak
lebih besar daripada tubuhnya, udah mirip kacang sukro dipakein baju.
Kaki
gue terasa lemas saat turun dari kursi itu. Lebih lemas lagi saat membayar.
HARGANYA LEBIH MAHAL LIMA RIBU DARIPADA DI PANGKAS RAMBUT MAHKOTA RAJA!
Sepanjang
perjalanan pulang, gue diketawain kakak gue karena potongan rambut yang gagal
ini, sedangkan dia potongannya bagus. Begitu sampai rumah, lebih parah. Ibu gue
memandangi gue dengan pandangan hina lalu bertanya, “Anak siapa ini kok jelek?!”
Ini
rasanya sudah beda tipis kayak dicoret dari kartu keluarga. :’)
Yeah,
sejak saat itu gue belajar bahwa jangan pernah berpaling dengan orang yang
paling ngerti dengan diri lo, paling bisa bikin nyaman walaupun dia penuh
kekurangan dan jangan gampang tergoda dengan yang keliatannya lebih baik.
Maafkan
aku kang cukur Mahkota Raja.
31 comments
napa endingnya jadi baper dah :(
ReplyPadahal pangkas rambut Mahkota Raja itu tukang cukurnya para raja.
ReplyBtw, nama pangkas rambut yang bernama Mawar kok terdengar seperti korban ya? Ternyata emang korban keegoisan tukang cukur yang mementingkan keindahan versi dirinya sendiri.
Endingnya kok babik sih, Yogs. Jadi baper juga nih kayak Syahidah elaaaah :(
ReplyHUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA MAMPOS. Begitulah azab yang ditimpakan kepada Gemini bajingak sepertimu, yang tak bisa setia pada satu tempat cukur. Yasudah, kamu harus memilih diam.
Gue juga tiba-tiba inget sama Febri yang belah tengah itu saat lihat temen lu. Mereka mungkin ingin menjadi diktator seperti Kim Jong Un. :(
ReplyGue ketika lagi dirapiin gitu, lalu udah ngerasa kependekan. Eh, malah diterusin sama si abang. Asli, kesel banget. Bodohnya, nggak bisa bilang, "Cukup, Bang." Selalu diem aja dan pasrah, sampai hasil cukurannya jadi culun betul. Tokai. Sejak itu, gue males cukur dan gondrongin wqwq.
Wah bener tuh bang, paling ga enak kalo cukur sama yang kurang bisa mengepaskan model rambut yang cocok dengan model kepala kita.
ReplyTapi kalo kepanjangan emang bisa dirapihin, kalo kependekan? Nunggu 2 bulan, padahal nunggu itu engga enak.
Ngakak juga pas liat foto si Reja dijejerin sama Kim Jong Un XD
ReplySumpah, mirip banget!
Bener banget tu, jaman sekolah dulu mah kalau cukur ya bilangnya "Dirapiin aja Pak." Takut dimarahin orang rumah kalau cukur model macem-macem. Apalagi kalau pas jaman SD, kudu bener-bener cepak. Nyaris gundul malah :(
Tukang cukurnya perfeksionis wkwk
ReplyGw juga sering tuh, enggak menyesuaikan dengan bentuk kepala
Replymain cukur aja wkwkwkwkwk
Itu muka Kim Jong Un apa-apaan, woyy??! Disamain sm tmen lu.. Etapi emg mirip rambutnya, gile. Ngakak gue :'D Yg cewek2 ngapa mukanya dikuningin? Wkwk.
ReplyMakanya jan selingkuh, bang! Wakakak.
Kang cukurnya jahad beed. Cuma ngeliat "rapih" nya doang tnpa melihat apakah org yg dicukur itu pantas dgn potongan trsbut atau tidak :') lu ga bisa ngumpetin kegagalan cukur rambut dgn make jilbab sih.. Sayang sekali.
Klo gue mtong rambut trs kpendekan mah ga masalah org ga ada yg ngliat ini. Wkwk.
BAKAR KANG CUKUR YANG KITA UDAH NYURUH BERENTI DIA TETEP NYUKUR! ASPIRASI RAKYAT TIDAK MAU DIDENGAR?! MANA BANTUAN PEMDA?
Replykamu mah masih mending ya kalau ngerasa salah potong rambut cuma ngedumel sendiri, atau palingan jadi males keluar rumah gagara nga pede.
ReplyLah kalau sepupuku, dia yang salah potong rambut, malah aku yang tiap hari kena omelan terus, padahal aku nga tau apa-apa, coba.. hvft.
belum lagi kalau dia mau keluar rumah, pasti dia nanya ke aku dulu berkali-kali "Puti, aku udah pantes belum?"
makanya, kalau sepupuku abis cukuran, aku jadi jadi lebih giat lagi ibadahnya, berdoa supaya rambut sepupuku cepetan gondrong lagi, agar supaya penderitaanku segera berakhir.
wkwkwkwk, ngingik baca ini, pernah juga sy ngalamin salah cukur begitu, dr awal sudah jelas bilang mau potongnya begini,hasilnya beda,bikin jelek,org salon emg suka egois, entah pingin nunjukin bakat atau greget sm rambut. kejam ya... :D
ReplyYang kaya gini harus di daftarkan menjadi daftar menu di kafe mahal.
ReplyTapi bang, apakah harga diri seorang lelaki sejati harus pada potongan rambut? Bukan pada bentukan neuron-neuron dalam kepala itu sendiri??
Karena kata abang siapa gitu lebih baik inside daripada outside.
Tapi bang, kan mata melihat ya bukan merasa, gue sih setuju penampilan juga harus bikin nyaman dan adem hati.
ketawa sampe satu jam, gak bikin garing mulut? wkwk
ReplyAku sendiri malah males untuk potong rambut,gara-gara waktu sd potongan rambutku selalu cepak nyaris botak, trus diketawain sama temen-temenku malu banget waktu itu. Sampai nangis gak mau potong rambut lagi. Hheee.
Replybetul. mungkin ini azab dari mengianati kang cukur mahkota :')
Replyaku sudah berusaha keras untuk mencari judul yang pas, lho.
ya maap :(
Reply(((para raja)))
Replywajar kalau manusia labil seperyimu rentan baper.
Replypadahal gue udah lupa sama foto febry yang itu, kenapa musti diingatin lagi :(
ReplyTERNYATA GUE BUKAN KORBAN SATU SATUNYA!
Untungnya rambut gue lumayan cepet tumbuh, biasanya 6 minggu sudah normal lagi. :')
Replyhuahahahaha gue pas pertama liat aja ngakak sampe nangis :'))
Replytapi anak sd jaman sekarang kok rambutnya udah dimacem macemin ya. gak dimarain gurunya apa :"
perfeksionis atau egois nih? :')
Reply*toss*
Replyyang cewek mukanya musti disensor karena alasan yang dirahasiakan. :p
ReplyNAH! DI MANA LETAK KEADILAN ITU?!
(((BANTUAN PEMDA)))
ReplySebuah cerita yang sangat inspiratif.
Replykayaknya mereka gak terima kalo ada orang cakep, jadinya disabotase (?)
Replykalo menurut gue ya harus seimbang sih antara outside dan inside. outside bisa jadi penunjang untuk lebih percaya diri dan membuat orang juga 'percaya' ke kita, karena kalo tampilan luar kita gak meyakinkan, gimana dia mau percaya. gitu kalo menurut gue.
Replyojelas tidak.
Replysebuah kisah yang berakhir traumatis dan tragis. :')
ReplyPost a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!