Menjadi sarjana yang salah jurusan itu ternyata
bisa fatal banget. Saat mencari kerja, jadi susah banget. Karena jurusan yang
dipilih enggak sesuai minat dan gak pengin terjebak di dunia kerja yang salah
juga, saat mencari pekerjaan, mau enggak mau ya harus mencari lowongan kerja
yang sesuai minat tapi persyaratannya adalah menerima semua jurusan.
Dan itu sulit banget.
Satu lagi, gue lah sarjana salah jurusan itu.
Dengan gelar sarjana pendidikan ekonomi ini,
seharusnya gue melamar pekerjaan sebagai guru. Entah kenapa, jiwa gue bilang
kalo gue gak bakal cocok jadi guru. Gue pernah mengajar sebelumnya (saat magang), asik sih sebenernya, tapi… kok
rasanya bebannya berat banget.
Masa depan puluhan anak-anak polos di sekolah itu
di tangan gue. Salah-salah ngasih ilmu bisa-bisa mereka malah tersesat.
Harusnya gue kasih ilmu ekonomi, malah gue kasih ilmu kebal. Kan bahaya. Entar
makin banyak Limbad di Indonesia.
Kebimbangan di hati gue itulah yang mendorong gue
untuk melamar kerja tidak sebagai guru. Gue yakin, masa depan bangsa ini akan
menjadi lebih baik karena keputusan gue ini. Gue juga yakin, Pak Anies Baswedan
pasti sedih kalo baca tulisan ini.
Posisi atau pekerjaan yang gue incar jelas yang
berhubungan dengan ekonomi, biar ilmu gue gak terlalu mubazir, selain itu gue
juga mengincar posisi ODP (Officer
Development Program) atau MT (Bukan, ini bukan Mario Teguh, tapi Management Trainee). Biasanya bank atau
perusahaan gitu yang membuka lowongan seperti ini. Kedua posisi itu intinya
adalah kalo gue keterima, gue bakal training selama 1 tahun, lalu lulus dan
jadi manager. Pokoknya jabatannya lumayan tinggi gitu. Gue juga enggak terlalu
paham sih, ini juga dikasitau sama temen gue.
***
Malam itu gue dapet sebuah e-mail yang
memberitahukan bahwa gue lolos seleksi berkas. Gue baca baik-baik e-mail
tersebut, kata demi kata.
Kepada Yth.
Bapak/Ibu Peserta Tes Management Trainee
Kami dari PT. XXX mengucapkan SELAMAT ANDA LOLOS
tahap seleksi berkas. Kami mengundang Bapak/Ibu untuk mengikuti seleksi tahap
berikutnya yaitu psikotest dan FGD yang akan dilaksanakan pada:
….
Gue langsung jerit kegirangan! Lari mengitari
lapangan sambil selebrasi buka baju.
Gimana gak girang coba kalo gue lolos seleksi
berkas untuk posisi MT, cuy! EM TE!!! MARIO TEGUH, EH MANAGEMENT TRAINEE!!!
Lima detik kemudian gue langsung googling: APA ITU
FGD YA ALLAH?!
Setelah
googling dan akhirnya menemukan titik terang bahwa FGD itu adalah Focus Group Discussion yang artinya
adalah… bentar, gue buka google translate dulu.
Oke,
jadi FGD sendiri merupakan sebuah kelompok
diskusi yang terdiri dari 6 sampai 8 orang dalam sebuah ruangan dan duduk
membuat lingkaran. Mereka akan mendiskusikan sebuah topik yang diberikan oleh
HRD atau moderator FGD dalam kurun waktu tertentu. Serta dalam FGD, biasanya
moderator juga, dibantu oleh seorang penilai atau notulen (red-perusahaan/HRD).
Sampai
di sini gue takut, karena gue gak pernah melakukan FGD sebelumnya. Saat di
kampus, dosen gue gak pernah menggunakan metode FGD. Paling banter juga
presentasi kelompok, itupun yang ngasih pertanyaan juga hasil kongkalikong
sebelum kelas dimulai.
Mahasiswa
yang mau presentasi: “Ntar kalian Tanya ini, ya.” *ngasih kertas pertanyaan
yang jawabannya sudah terekam jelas di otak*
Mahasiswa
yang jadi penonton: “Oke! Biar sama-sama dapat nilai!”
Gue
pun berusaha tenang, berpikir keras perihal FGD ini, lalu menyimpulkan bahwa
poin penting dari FGD adalah kita bisa memecahkan suatu masalah, yang artinya
adalah gue musti punya ilmunya, biar gak asal ngasih solusi.
Gue
segera bongkar rak buku gue, mencari buku ilmu manajemen gue saat kuliah semester
2 lalu, kemudian gue belajar. Membaca dari awal buku ilmu manajemen yang
tebalnya bisa dipakai untuk membuat sapi gegar otak gue lakuin, demi suksesnya
gue saat FGD.
Psikotes?
Gampang! Beberapa minggu sebelumnya gue sempet ikut psikotes juga di suatu
perusahaan dan lolos, tapi gagal di interview terakhir. Jadi, psikotes itu
gampang lah, ya?
***
Pukul
setengah 9 gue tiba di tempat tes. Dari parkiran sudah ada beberapa orang yang
gue yakini adalah satu spesies seperti gue, yaitu pencari kerja. Jumlah mereka
ada sekitar 5 orang. Setan di kepala gue tiba-tiba muncul dan bilang, “Mereka
sainganmu, ayo celakakan mereka! Sliding tackle satu per satu biar mereka tidak
bisa ikut tes! Lumayan sainganmu akan berkurang!”
Untungnya
malaikat segera menyadarkan gue.
“Jangan
lalukan itu Yoga. Ingat, rezeki itu sudah ada yang mengatur. Ingat juga, kamu
pakai pantofel, sepatumu bakal rusak kalo melakukan sliding tackle di aspal.
Kamu mau rugi apa?”
Sampai
di tempat tes, gue melakukan registrasi, gue lihat-lihat, yang ikut tes ini
lumayan banyak. Sekitar 70-an orang.
Gue
pun masuk ke dalam ruangan, lalu memilih meja yang letaknya agak belakang. Dinginnya
AC membuat gue mengurungkan niat gue untuk melepas jaket. Gue
menggosok-gosokkan kedua tangan gue biar hangat. Seorang laki-laki bertubuh
tinggi besar duduk di bangku kosong sebelah gue.
“Kosong,
Mas?” tanyanya, ramah.
Gue
mengangguk. Dia pun duduk, meletakkan tasnya di samping meja. Lalu melihat ke
arah gue dan menjulurkan tangannya. “Saya Steve, Mas.”
“Yoga.”
Jawab gue.
Lalu
diem-dieman. Ya mau ngobrolin apalagi coba? Tapi kalo diem-dieman begini gak
enak juga. Entah berapa jam ke depan, dia bakal bersama-sama gue mengerjakan
psikotes. Gue musti berinteraksi dengan dia. Tapi, gimana caranya? Gue pengin
membuka percakapan dengan mengatakan, “dingin, ya?” tapi takut dianggap kode
minta peluk. Akhirnya gue Tanya-tanya aja soal kuliahnya dia. Ternyata dia
lulusan universitas kota tetangga, baru lulus 2016 kemaren kayak gue, tapi dia
satu angkatan di atas gue. Ternyata dia juga kakak kelas gue pas SMA, tapi gue
enggak kenal. Balikpapan sempit, bos!
Kami
lalu disuruh mengisi formulir untuk mengikuti tes ini, sambil mengisi formulir,
seorang bapak-bapak bertubuh tambun berdiri di atas panggung, dengan mic di
tangan, dia berkata, “LET’S MAKE SOME
NOISEEEE!!!”
Ya
enggaklah!
Beliau
ternyata adalah orang yang mengirim e-mail, beliau kemudian menjelaskan apa sih
MT itu? bagaimana tahapan yang musti dilalui agar terpilih? bagaimana jenjang
karirnya? bagaimana kalo yang dibilang teman sama pacarmu itu ternyata
selingkuhannya?
Setelah
semua penjelasan tadi, tanpa basa-basi, soal pun dibagikan.
Gue
berusaha setenang mungkin. Karena katanya poin penting dari psikotes adalah
kita musti tenang, gak boleh tegang. Karena kalo tegang bakal bahaya banget,
entar yang harusnya mengeluarkan alat tulis, malah mengeluarkan alat vital.
Astaghfirullah.
Seingat
gue tes waktu itu ada 9 sesi, di mana setiap sesi itu terdiri dari 20 soal
dengan berbagai jenis tes. Dan tiap sesi saat itu diberi waktu hanya 6 menit.
Sesi
1 tes pengetahuan umum (ah, gampang!).
Sesi
2 tes persamaan kata (masih gampang!).
Sesi
3 tes hubungan kata. (Gak ada yang lebih sulit nih?)
Sesi
4 tes pengertian kata (Mana soal yang sulitnya woy?)
Sesi
5 tes aritmatika (Hgggg... TADI BECANDA AJA YA ALLAH INI KOK JADI SULIT BENERAN?)
Sesi
6 tes deret angka (Mampus gue! Mampus!)
sesi
7 tes potongan gambar (Ah! Lumayan bisa nih)
sesi
8 tes kemampuan ruang (speechless)
sesi
9 tes menghafal cepat (WAKTUNYA 1 MENIT DOANG NIH?!)
Selesai
dengan 9 sesi, otak gue mulai korslet dan mengeluarkan asap. Apakah selesai? Oh
belum! Masih ada tes Koran. Bukan, tes Koran ini artinya bukan disuruh untuk
menjual Koran, apalagi disuruh membuat karya seni dari bubur Koran. Tapi…
disuruh menjumlahkan deretan angka, dari atas ke bawah.
|
Deretan angkanya kayak gini dan banyak, ini cuma 1/8-nya doang |
1
jam kemudian, tes terkutuk itu akhirnya selesai juga. selesai ngerjain tes ini
rasanya pengin ngemil bodrex extra. Aslik! Pusing banget kepala gue!
Bapak-bapak
tambun tadi kembali berdiri di atas panggung, menjelaskan bahwa tes Koran tadi
adalah tes terakhir dari psikotes ini. Kami semua dipersilakan keluar ruangan
dulu dan disuruh kembali 2 jam kemudian untuk mengecek hasilnya, jika lolos,
baru deh FGD.
Hening.
KIRAIN
LOLOS ENGGAKNYA KE TAHAP SELANJUTNYA ITU DARI REKAPAN HASIL PSIKOTES DAN FGD!
Gue
keluar ruangan dan memilih untuk mencari makan karena sudah pukul setengah 1
juga. bersama Steve dan temannya (Gue lupa namanya karena orangnya asik sendiri
sama hp, mungkin kita namakan saja dia Tukijo), kami bertiga pergi ke sebuah
warung yang letaknya enggak jauh dari tempat tes itu.
Sambil
makan siang, kami bertukar cerita sudah memasukkan lamaran ke mana aja,
bertukar info soal lowongan kerja, lalu bertukar nomor hape. Enggak, gue masih
normal. Tukaran nomor hape kan biar gampang infoin kalo ada lowongan. Jangan
suudzon begitu, ya!
2
jam kemudian kami kembali ke tempat tes.
Gue
lumayan deg-degan walaupun lebih banyak pesimisnya sih, karena soal tesnya
emang susah banget. Di sesi aritmatika dan kemampuan ruang gue jawab cuma dikit. YA 20 SOAL DALAM 6 MENIT MANA BISA, YA! BARU
MO NGITUNG WAKTUNYA JUGA UDAH ABIS DULUAN! WHY WE FALL IN LOVE WITH PEOPLE WE CAN’T
HAVE?!
Sampai
di depan ruangan tes yang tertutup, di sana sudah ada beberapa peserta lain
yang tampak lemas, sepertinya mereka enggak lolos. Kami bertiga menuju ke depan
pintu, di sana tertempel sebuah kertas berisi daftar nama yang lolos untuk FGD
dan cuma 5 orang doang. Iya, 5 doang. Ini mau sesi FGD apa main futsal
sebenernya sih?
Dari
5 nama itu ojelas… enggak ada nama gue.
Untungnya
gak ada nama si Steve dan Tukijo juga. Jadi gak nyesek-nyesek amat pas tau
kenyataan bahwa gue gagal. Kami bertiga saling tatap-tatapan, lalu menghela
nafas dan mulai berbalik badan, untuk kembali ke parkiran sambil berusaha
tegar. “Belum rejeki.”
***
Di
perjalanan pulang gue jadi mikir, selain belum rejeki, kayaknya gue gagal
karena terlalu meremehkan psikotes dan terlalu fokus untuk FGD. Seharusnya gue
fokus di psikotes yang jelas-jelas tahapan pertama yang musti gue lalui. Gue
juga enggak berusaha sebaik mungkin padahal jelas-jelas saingan gue banyak. Mungkin
karena itulah Tuhan menegur gue, bahwa MT di perusahaan ini bukan rejeki gue.
Baiklah, masih ada panggilan tes kerja lainnya, semoga kali ini rejeki gue.
--
Sumber
dan referensi:
http://www.kompasiana.com/febyunsoed/tips-dan-trik-menghadapi-focus-group-discussion-fgd_550d7f71a33311211e2e3b3d
http://saungdejavu.blogspot.co.id/2013/04/tes-koran.html