Alasannya
simpel. Setelah sampai di kampus, biasanya sinyal hape gue cuma sebatang, gue
coba angkat ke atas siapa tau sinyalnya nambah, eh beneran. Jadi dua batang!
Pas gue turunin, eh jadi SOS. Sama sinyal aja kena PHP. Kampret.
Selain
susah sinyal, di kampus gue juga susah cari parkiran! Walaupun disediakan lahan
parkir yang cukup banyak, tetep aja untuk dapet tempat parkir itu susah.
Pernah, waktu itu gue ke kampus, karena gak mungkin bawa motor masuk ke dalam kelas,
gue pun cari parkiran dulu. Gue jalan pelan-pelan sambil tolah-toleh nyari
parkiran, ternyata parkirannya penuh. Gue gak nyerah gitu aja! Gue coba jalan
agak ke depan siapa tau ada yang kosong, ternyata penuh juga, gue jalan lagi,
eh udah keluar kampus. Gue gak jadi kuliah.
Sulitnya
mencari tempat parkir ini berbanding lurus dengan tingkat kebrutalan orang saat
melihat lahan kosong. Biasanya lahan kosong ini ada di depan fakultas, karena
depan fakultas itu parkiran khusus untuk dosen. Mungkin karena putus asa dan
takut kejadian kayak gue, melihat depan fakultas lumayan kosong, mereka parkir gitu
aja dengan wajah tanpa dosa.
Selain
parkir tidak pada tempatnya, orang-orang ini juga parkir asal taruh motor aja
gitu. Yang penting lahan kosong tadi bisa dimasukin motor, padahal ya itu space biar motor yang parkir bisa
keluar.
Parkiran
yang harusnya lenggang bagi dosen tapi diisi oleh mahasiswa juga ini berefek
apa? DOSEN JADI SUSAH MAU NGELUARIN MOTOR SODARA-SODARA~
Beberapa
kali misalnya lagi lewat depan fakultas, gue liat ada seorang dosen yang
kesusahan ngeluarin motornya, sebagai mahasiswa yang baik tentunya gue… buang
muka biar gak disuruh. Iya, gue emang sekampret itu.
Sayangnya,
ketepatan waktu gue buang muka kalah cepat dengan kecepatan mata dosen menemukan
korban untuk disuruh-suruh.
“Mas!
Mas!” Panggil sang dosen.
Begonya,
gue noleh.
“Tolongin
Ibu sini keluarin motor.” Pinta sang dosen dengan wajah bahagia, yang entah
kenapa di mata gue terlihat seperti bilang, “Akhirnya dapat korban juga! Huahahahahaha!”
Dengan
setengah terpaksa gue pun bantuin beliau.
Sebenernya
ada beberapa alasan kenapa gue gak mau disuruh buat bantuin. Alasan pertama
adalah karena gue gak kuat angkat-angkat motor. Brengseknya orang-orang yang
suka parkir sembarangan ini adalah motornya dikunci stang.
KAN
SUSAH GESERNYA, KAMPRET!
Lengan
gue isinya cuma tulang yang dilapisi daging, gak ada ototnya sama sekali,
sedangkan aktifitas geser-geser motor yang dikunci stang itu membutuhkan otot
yang menonjol di sekujur lengan. Sebagai cowok, tentunya gue gak mungkin gue nolak
perintah ibu dosen itu dengan bilang, “Aduh, Bu. Saya gak kuat.”
Kalo
gue bilang begitu, sang dosen pasti bakal bilang, “Cowok kok gak kuat angkat
motor?!” Lalu dosen itu gulung lengan bajunya dan mengangkat motor. Ke udara.
Sebagai
lelaki, kita harus jaga image. Pura-pura gak lihat lebih baik.
Alasan
kedua, karena diolokin temen. Entah kenapa tiap gue bantuin dosen ngeluarin
motor, bukan image sebagai anak baik
yang gue dapat dari temen-temen gue, misalnya aja “Wah, Yoga anak baik, ya.
Bantuin dosen yang kesusahan.”
Tapi
yang gue dapat adalah, “Wah, Yoga cocok jadi tukang parkir, ya!”
Kurang
ajar memang.
Karena
males disuruh-suruh inilah, gue paling menghindari berkeliaran di sekitar
fakultas. Gue ke fakultas kalo bener-bener ada keperluan aja, misalnya ngambil
daftar hadir, ngurus administrasi, menculik dosen. Itupun setelah gue pastikan
di fakultas gak ada dosen yang tukang nyuruh-nyuruh keluarin motor.
*****
Kemaren,
gue baru aja ngurus KRS semester 8. Yeah,
semoga ini adalah KRS-an terakhir gue. Gue pengin cepet-cepet lulus, tapi ya
harus nyusun skripsi dulu. #KemudianNangis
Sebelum
nyusun KRS, tentunya gue harus konsultasi ke dosen wali gue dulu, setelah mata
kuliah yang bakal gue ambil disetujui, baru gue bisa KRS-an. Padahal ya
semester 8 ini mata kuliah gue cuma tinggal skripsi, gak perlu bimbingan juga bisa,
kan?
Pagi
itu di dalam fakultas rame banget. Mahasiswa berjubel di dalam, AC menempel di
atas tempat gue duduk terasa gak berfungsi. Beberapa mahasiswi duduk
berdempetan di kursi yang tersedia, saling berbagi agar tidak ada yang
hamstring karena kelamaan berdiri. Di dalam fakultas, gue cowok sendiri, karena
gue kuliah jurusan FKIP, maka fakultas yang isinya didominasi oleh cewek
merupakan pemandangan biasa. Gue sendiri sudah lebih dari 30 menit berada di
dalam fakultas, menunggu giliran konsultasi KRS-an.
Untuk
membunuh kebosanan, gue buka hape, scroll timeline twitter yang mulai sepi
ditinggal penggunanya, gak ada yang seru, gue buka path, melihat teman-teman
alay yang bangun tidur aja musti update, temen-temen yang sudah kerja tapi
lebih sering update di starbucks ketimbang di kantor, temen-temen yang masih
nganggur, karena baru update bangun pukul 11.30 pagi. Sudah pengangguran, alay
pula.
Sesekali
gue melirik keadaan sekitar, melihat ada adik tingkat gue yang sudah selesai
bimbingan dengan dosen walinya, kini dia sibuk menggrepe keyboard laptopnya
untuk KRS-an, ada juga yang senasib dengan gue, masih menunggu dosen, muka
ngantuk penuh kebosanan tergambar jelas di wajahnya. Beberapa dosen juga tampak
mondar-mandir, dari ruangannya, ke meja admin, memberikan berkas, kembali lagi.
Fakutas bener-bener sibuk dan ramai, sudah mirip pasar.
Seorang
dosen perempuan tampak berjalan menuju luar fakultas, langkah kakinya
besar-besar untuk mempersingkat waktu. Pintu yang dibukanya tidak ditahan,
dibiarkan tertutup otomatis. Belum ada semenit, pintu itu kembali terbuka,
dosen yang tadi keluar berdiri di depan pintu,
“Itu
motor scoopy siapa yang parkir di depan?” tanyanya.
Semua
mahasiswa yang ada di dalam fakultas menoleh ke luar. Dinding fakultas yang
didominasi kaca lebar membuat kami semua bisa melihat keadaan luar dari dalam
dengan jelas. Semua mahasiswa yang ada di dalam kompak menggeleng, bukan motor
salah satu dari mereka.
“Aduh,
saya mau keluar, menghalangi jalan, tuh.” Keluh sang dosen.
Bau-bau gak enak, nih.
“Mas,
mas!”
Tuh, kan bener.
Karena
gue cowok sendiri di dalam fakultas, jelas panggilan itu buat gue. Gue gak
mungkin pura-pura budek, atau pun nyamar jadi cewek, gue gak bawa wig dan kaos
kaki buat disumpelin di dada.
“Iya,
Bu?”
“Bisa
tolong keluarin keluarin motor Ibu?”
Gue
menghela nafas, baiklah. Gue berdiri
dan menuju luar fakultas. Para mahasiswa yang melihat kursi kosong yang gue
tinggalkan segera berebutan karena mulai hamstring. Terjadi pertumpahan darah
untuk menduduki kursi gue itu. Ada yang ngeluarin golok, ada yang nyewa tukang
pukul, ada juga yang nelpon mafia Italia. Pokoknya keadaan chaos abis.
Sampai
di luar fakultas, keadaannya berbanding terbalik dengan yang ada di dalam. Di
luar sepi, kayak hati gue. Cuma ada 2 orang mahasiswi berdiri di pinggir
fakultas melihat gue, mungkin mereka gak mau masuk ke dalam karena di dalam
pengap.
“Yang
itu, Mas.” Dosen itu menunjuk motornya.
Gue
menggaruk kepala, berusaha mencari cara terbaik untuk mengeluarkan motor sang
dosen. Otak gue mulai bekerja menyusun rencana. Okey, majuin motor scoopy
kampret yang halangan jalan, geser motor dosen sebesar 45 derajat, mundurin
dikit, banting stir, mundurin lagi, keluar deh.
“Bisa,
Mas?”
“Bisa,
Bu.” Jawab gue mantap.
Gue
mulai menjalankan rencana yang ada di kepala gue. Kampretnya, motor scoopynya
dikunci stang. Gue coba majuin, geser, majuin geser hingga memberikan space
untuk keluarnya motor sang dosen. Setelah berhasil gue pindahin, gue geser
dikit motor sang dosen, dan selanjutnya sesuai rencana. Motor sang dosen kini
sudah ada di pinggir jalan.
“Makasih,
ya, Mas!” kata sang dosen, tanpa ngasih dua ribuan.
Gue
hanya tersenyum sambil menangguk dan segera kembali masuk ke dalam fakultas.
Pas gue mau nutup pintu, gue liat 2 cewek yang berdiri di samping fakultas tadi
berjalan pelan menuju depan fakultas, mau
masuk, nih? Pikir gue.
Gue
tahan handle pintunya agar si pintu tidak menutup, kedua cewek tadi ternyata
berjalan ke arah berlawanan, gak menuju ke dalam fakultas, tapi ke… parkiran.
Mereka pun duduk di motor scoopy-kampret-yang-halangan-jalan-dikunci-stang-pula-dan-susah-payah-gue-pindahin.
Lalu, mereka memakai helm, seorang cewek yang duduk di depan mengeluarkan
kunci, memundurkan motor scoopy tadi dan tancap gas.
LAH,
ITU MOTOR ELU?!
KENAPA
TADI DIEM AJA KAYAK GAMBAR .JPEG?!
KENAPA
PAS MAU GUE PINDAHIN GAK CEGAH GUE SAMBIL BILANG, “MAS ITU MOTOR SAYA. GAK USAH
DIPINDAHIN, KITA JUGA MAU KELUAR KOK”?!!!
ITU
BUANG-BUANG ENERGI GUE SEBESAR 500 KILO JOULE, BANGKAI!!!
Asli,
gue speechless di depan pintu. Gue cuma bisa mengelus dada duo serigala
dan kembali ke aktifitas gue sebelumnya: nunggu giliran.
“Cie
tukang parkir.” ejek temen gue. Karena udah terlalu kesel, kalo gue tanggapin
pasti gue bakal berubah jadi mahluk hijau raksasa. Gue berusaha mengabaikan
ejekannya. Dengan mengeluarkan sebilah pisau.
Seorang
temen mengintip ke ruangan dosen wali, kebetulan dosen wali kami sama. “Udah
kosong, tuh. Ayok konsul.”
Kami
pun menuju ke ruang dosen wali, mengetuk pintunya, mengucapkan salam dan
menyampaikan tujuan kami.
“Permisi,
Bu. Kita mau KRS-an.” Kata temen gue.
“Nanti
aja, ini sudah jam istirahat makan siang. Satu jam lagi, ya!”
“….”
Gue jadi makin males berurusan
dengan kampus.
15 comments
Un*ba parkirannya full gak setengah-setengah
ReplyUn*ba parkirannya full gak setengah-setengah
Replyun#ba sama konoha sama ya...konoha the hidden leaf..un#ba the hidden place
ReplyBERAPA LAPISSS??? RATUSAN~
Replyun*ba gak hidden, mz. Cuma terkucilkan dari hingar bingar keramaian kota :')
Replykalo gue jadi elo, gue bakal datangin kedua cewek itu dan daru jarak sekirar 2 meter gue akan melancarkan sleding tekel tepat di tulang keringnya. Agak ghor sih, tapi itu pantas buat orang yang pura2 nggak tau kalo dia udah parkir sembarangan dan di kunci stang.
Replyserem amat yak...
Replymaunya sih gitu, san :))
ReplyBangkai bener itu cewek -_- kalo gue jadi elu ya kak, gue bakalan banyak2 sabar dan istigfar :)) wkwkwk
ReplyIya, pas tau itu cewek kampret ternyata yang punya motor, bawaannya pengin gue smekdon.
ReplyHarusnya, ketika cewek itu bawa pergi motornya, lu catet nomor polisinya. Nanti suatu hari ketika lo ketemu motor itu lagi, lo bisa kempesin bannya, patahin spionnya, sama robek jok motornya. :))
ReplyBalas dendam itu menyenangkan!
postingan ini udah gue baca sejak pertama kali diposting. cuman... ehm, sebenernya guelah cewe pemilik scoopy merah itu.
Reply*kriiik
alesan lain gue gak bisa bawa mootor juga karena sebenernya gue nggak pinter buat markirin motor. badan gue yang cuma tulang kulit sama kentut doang gini nggak kuat kalo harus ketindihan motor nantinya.
lo psikopat ya -__-
ReplyJADI ELO PELAKUNYA?! *keplak*
Replyelah, cewek sok lemah. padahal angkat galon naik ke lantai 3 juga kuat
ngakak.....
ReplyPost a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!