Manusia hanya bisa berencana, tapi tetap Tuhan yang menentukan. Gue bener-bener percaya
hal ini, apa lagi ketika gue sudah memasuki bulan September. Rencananya gue
bakal update blog ini dengan pengalaman gue selama magang di sekolah, nyatanya
Tuhan melalui perantara tugas-tugas, laporan serta jurnal mingguan yang musti
gue buat mengagalkan rencana gue itu.
Biasanya
gue buka laptop untuk mengetik draft postingan, kali ini hanya untuk
mengerjakan kewajiban gue selama magang. Tiap harinya aktivitas gue cuma
begitu-begitu aja, dan ini bikin gue sempet stress, pusing, mual, bibir
pecah-pecah.
Satu yang gue tau: gue butuh piknik!
Satu yang gue tau: gue butuh piknik!
Gayung
pun bersambut. Beberapa temen dari komunitas stand up comedy Balikpapan
berencana untuk ngadain camping. Tanpa pikir panjang gue memutuskan untuk ikut
dengan misi berusaha melupakan sejenak kegiatan magang gue yang menggila.
Hari
sabtu, 19 September pukul 5 sore, gue bersama Mas Ge, Dani, Karin, Aris, Ega,
Angga dan Bamz berangkat menuju tempat camping.
Selain Dani, kami semua belum pernah ke sana sebelumnya. Nama daerah
yang akan kita tuju adalah Ambalat. Bukan, ini bukan Ambalat yang ada di
perbatasan Indonesia-Malaysia. Ambalat yang kita tuju berada di daerah Samboja,
kabupaten Kutai Kartanegara. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit lebih
dari kota gue, Balikpapan.
Ambalat
emang udah lumayan terkenal bagi warga Balikpapan buat camping, tapi itu di
daerah pantainya. Yang akan kita tuju adalah hutannya. “Pokoknya ini tempatnya
keren banget, biarpun hutan tapi kita masih bisa ke pantainya.” Kata Dani penuh
semangat kayak penjual obat kuat. “Di sana bener-bener alam liar, orang ke sana
cuma buat ngambil pasir.”
Sekitar
pukul 6.15 kami sampai di Ambalat. Perjalanan kami hentikan karena ban motor
yang dikendarai Ega dan Angga bocor. Kami sempet kebingungan bagaimana
mengatasi masalah ini karena hari sudah mulai gelap dan gak ada tukang tambal
ban yang buka. beberapa opsi tercetus untuk mengatasi masalah ini sayangnya
semua ide ditolak dengan berbagai alasan:
1. Menggendong
motor sampai di tempat camping tidak mungkin dilakukan karena perjalanan masih
sekitar 20 km lagi.
2. Meninggalkan
motor di pinggir jalan dan bonceng 3 ke tempat camping tidak mungkin dilakukan
juga selain karena mirip cabe-cabean, resiko saat selesai camping motornya
Angga hanya tersisa platnya saja kemungkinan besar akan terjadi.
3. Membeli
pembalut untuk mengatasi kebocoran juga tidak mungkin. Ini motor, bukan
menstruisasi.
Bamz
dan Aris pun pergi mencari tukang tambal ban 24 jam. 10 menit kemudian mereka
kembali dengan kabar gembira: ada tukang tambal ban… 20 meter dari tempat kita
berhenti.
Sambil
menunggu Angga dan Ega menambal ban, kami sempet ngobrol-ngobrol. Mas Ge
membuka percakapan, “Yog, bawa pisau atau parang?”
DEG!
Jujur,
camping ini gue cuma bawa diri, biskuit dan air mineral. Gue sama sekali gak
kepikiran buat bawa benda penting kayak gitu. “Enggak bawa, Mas. Ini aja asal
ikut buat pelepas stress.” Kata gue.
“Wah
parah kamu, Yog! Kita ntar di hutan, loh! Pisau itu buat self defense.” Jawab Mas Ge.
“Emang
Mas Ge bawa?”
“Bawa,
dong!” Mas Ge membuka ritsliting jaketnya dan mengambil sesuatu dari dalam
lipatan celananya. “Nih! Cutter!”
Hening.
“Awalnya
udah mau bawa, tapi ketinggalan.” Lanjutnya.
Double
hening.
Satu
jam kemudian Angga dan Ega kembali, perjalanan segera dilanjutkan. Kami segera
menggeber motor. “Ntar kita titip motor aja di rumah warga, soalnya jalanannya
pasir. Agak susah dilewatin motor, kita nebeng mobil pick up yang masuk ke
dalam aja. Semoga ada. Kalo gak ada, ya jalan kaki.” Kata Dani sebelum kita
melanjutkan perjalanan. Kami iya-iya aja karena emang cuma Dani yang pernah ke
sana dan kita gak tau kondisi aslinya bagaimana.
Setengah
jam berlalu, jalanan yang kami lewati sudah mulai bercampur pasir, ditambah
hari sudah gelap dan penerangan yang minim, ini membuat beberapa kali gue
hampir jatuh. Dani meminta kami semua berhenti di depan rumah seorang warga,
“Ini rumah terakhir, kalo kita masuk ke dalam, sudah gak ada rumah.” Dani
menunjuk arah jalan yang tampak gelap. “Tapi ini masih setengah jalan. Titip
motor apa gimana?”
Melihat
keadaan yang sudah malam, gak ada mobil pick up yang masuk ke dalam untuk
mengambil pasir, kalo kami jalan kaki kemungkinan besar bakal nyampe pas tengah
malam, itu pun kalo kita gak pingsan di tengah jalan. Akhirnya kita memutuskan
untuk mencoba masuk dengan tetap mengendarai motor.
Awalnya
baik-baik aja, jalanan yang kami lewati emang berpasir, tapi sudah dicor. Gue
sempet suudzon kalo Dani berusaha mendramatisir keadaan dengan misi terselubung
membesarkan betis kami semua, karena jarak dari tempat yang direncanakan untuk
titip motor dengan jalan yang sudah kami lalui itu bener-bener jauh. NAIK MOTOR
AJA CAPEK APALAGI JALAN KAKI?!
Hingga
akhirnya jalanan-dicor-bercampur pasir tadi berganti menjadi padang pasir.
Untuk melewatinya kami mengikuti jejak ban mobil yang sudah tercetak di atas
pasir. Temen-temen yang dibonceng segera turun dari motor karena keadaannya gak
memungkinkan untuk boncengan. Beberapa kali motor kami terjebak dalam pasir dan
harus didorong. Sulitnya lagi adalah ketika salah mengambil jalur, kita bakal
susah untuk berpindah jalur lagi. Buat yang baru bisa naik motor, pasti bakal
nangis kalo terjebak dalam keadaan seperti ini.
Jalanan
pasir yang kami lewati ternyata panjang banget. Beberapa kali gue Tanya Dani,
“Udah deket dari tujuan kita?”
“Masih
jauh, Yog!” jawabnya tanpa dosa.
Gue
nelen kopling motor.
Gue
mulai kehilangan fokus karena kelelahan. Beberapa kali gue hampir jatuh dan
salah jalur karena gak bisa ngendaliin motor gue sendiri. Perjalanan di pasir
ini bener-bener panjang dan menguras tenaga serta pikiran, gue sempet khawatir ini
gue bukan di Ambalat, tapi di Arab. Dan ini bukan perjalanan menuju tempat
camping, tapi ke Ka’bah.
“Ayo
masuk ke sini. Udah hampir sampe nih.” Teriak Dani di ujung sebuah gang.
Mendengar
ucapan Dani, kami para pemotor yang melihat jalan yang ditunjuk Dani kayak
melihat wc saat kebelet boker. Kami segera menuju ke arah Dani, memasuki gang
dengan hati-hati karena pasirnya makin tebal, melewati gang itu, kami pun
sampai di… padang pasir lagi. Tempat kami berhenti saat ini mirip planet yang
ditinggal penghuninya, banyak bolongan bekas galian di mana-mana.
“Camping
di sini?” kata kami heran.
“Bukan,
kita masuk ke hutan sana.” Dani menujuk ke arah depan, “Parkir motornya di sini
aja. Aman kok.”
Kami
pun turun dari motor, merenggangkan badan yang mulai pegal. Menghirup dalam-dalam
udara dan menghembuskannya perlahan. Sayup-sayup gue denger suara deburan
ombak. “Eh, itu laut?” gue menujuk arah depan.
“Iya,
di bawah hutan ini pantai ambalat.” Jawab Dani. “Kalo mau ke pantai, tinggal
turun aja, semoga lautnya lagi surut.”
kira-kira begini keadaannya. |
“Ayo
sekalian ambil kayu untuk bikin api unggun ntar.” Kata Dani.
Kami
mengiyakan dan mulai pelan-pelan mengambil dahan-dahan pohon kering yang kami
lewati.
“Taunya
ntar di bawah ada yang jual kayu bakar.” Celetuk mas Ge.
“Bukan,
mas. Sekalinya ntar di bawah ada yang jual api unggun.” Balas Angga.
“HAHAHAHAHA!!!”
Becandaan
ditambah jalan sambil mungutin dahan pohon membuat terciptanya jarak antara
barisan Dani dan Bamz. Meninggalkan Dani dan Aris di depan. Beberapa kali Dani
meneriaki kami agar mempercepat langkah. “Ayo cepet, Mas Aris udah jauh di
depan tuh.”
Kami
berusaha mempercepat langkah. “Yang paling belakang ntar diculik hantu!!!” goda
Mas Ge. Karin sebagai cewek satu-satunya yang ikut langsung ketakutan dan berusaha mengambil posisi gue. Angga juga
ikut-ikutan. Mas Ge juga. Aris juga.
Oh wait…
Kami
semua kaget, tiba-tiba ada Aris di belakang. “Loh? Perasaan kamu paling depan
berdua sama Dani, Ris?” Bamz heran.
“Iya,
aku juga liat Dani berdua sama kamu di depan.” Kata gue.
“Aku
loh dari tadi di belakang, ngobrol sama Mas Ge.” Jawab Aris polos.
Kami
pun bertemu Dani lagi. “Loh? Kamu kok ada di belakang, Ris?” Dani pasang muka
bingung.
“Seriusan.
Aku dari tadi paling belakang, ngobrol sama mas Ge.” Kata Aris lagi dengan
ekspresi serius.
Jadi,
yang tadi jalan di depan sama Dani itu siapa?
[TO BE CONTINUED]
6 comments
Lanjutkeun pung !!! tapi , fotonya capung kaya teroris hahahahha
Replykayak teroris ya -__-
ReplySianjiir endingnya ngeselin amat.. *lanjut loncat ke part dua* *hap*
ReplyMUAHAHAHAHA... SENGAJA :))
ReplyLAGI TELATEN BANGET BACA POSTINGAN MAS YOGA, WEKAWEKA. AYOO KAPAN POSTING LAGI
Reply#efek ngetik cuma liat keyboard, tau-tau capslock on. bodo amat
sudah ada tuj yang baru~
ReplyPost a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!