Jam dinding yang tergantung di dinding belakang kafe sudah menunjukkan pukul 10
malam. Itu artinya aku sudah 2 jam berada di kafe ini, sendirian. Entah sudah
berapa puntung rokok yang kubuang ke dalam asbak yang ada di atas mejaku. Asbaknya
hampir penuh dengan puntung, abu dan kenangan masa lalu. Aku mengambil botol bir
bintang radler yang sudah kuminum setengah. Embun dibotolnya terasa dingin di
tangan. Sedingin sikapmu sebelum meminta untuk mengakhiri hubungan kita, 1
minggu yang lalu.
Sebuah
‘kecelakaan’ yang seharusnya membuatku emosi berat, tapi begitu melihat siapa
dalang di balik kecelakaan itu, emosiku surut seketika. Saat itu aku sedang
mengerjakan proposal skripsiku di kafe ini. Aku mulai kehabisan kata-kata,
kuambil secangkir hot cappucinno yang ada di samping laptopku, baru saja
kuangkat cangkirnya, tangan kananku terhempas begitu saja ke arah samping. Kopinya
tumpah ke laptop dan celanaku. Laptopku seketika mati, selangkanganku terasa
panas, dua buah masa depanku terancam seketika. Aku menoleh dengan cepat ke
belakang dan siap mengabsen para hewan di kebun binatang di depan orang yang
berani-beraninya melakukan perbuatan ini padaku.
Begitu
aku menoleh, sesosok cewek berambut hitam sebahu, dengan kacamata ber-frame
besar menempel di wajahnya yang tampak pucat ketakutan, matanya tampak bulat
dan besar, bibir tipisnya berkata terbata-bata, “Ma-maaf.” Lalu tersenyum kecil.
Aku bisa membaca ekspresi ketakutanmu saat itu.
Iya,
sosok itu adalah kamu.
Cukup
lama aku terpana menatapmu. Senyumanmu membuat berbagai nama hewan yang hendak
kuabsen menjadi sebuah ajakan perkenalan. “Oh... iya gak apa-apa, kok. Nama
kamu siapa? Aku Reza.” Aku menyodorkan tanganku.
Mungkin
saat itu di bibirmu sudah ada cupid yang menggelayut manja. Panahnya kini tertancap
tepat di hatiku yang terdalam.
“Uhmmm…
Aku Stella.” Tanganmu tampak ragu saat menjabat tanganku, “yakin gak apa-apa?
Itu laptop kamu ketumpahan kopi, kan?” katamu panik.
“Bisa
diservis, kok kalo rusak. Udah gak apa-apa.” Kataku sok tegar. Padahal proposal
skripsiku tadi sudah masuk bab 3 dan belum ku-save.
“Ummm…
itu celana kamu juga ketumpahan kopi?” katamu lagi sambil menunjuk ke celanaku
yang tadinya berwarna abu-abu, kini menjadi coklat.
“Udah
gak usah dipikirin. Gak apa-apa, kok.” Jawabku sambil mengusapkan tissue di
bagian celanaku yang basah.
“Emang
kalo itu rusak, bisa diservis juga?”
Lalu
ada hening yang lama. Pipimu merona merah. Disusul pecahnya tawaku
karena perkataanmu barusan. “Anu, maksudku celanamu, ya!” katamu berusaha
mengklarifikasi. Aku masih tertawa dan menawarimu duduk di mejaku, kamu
mengangguk setuju. Setelahnya kita habiskan 4 jam di kafe itu untuk saling
bercerita tentang kisah hidup kita masing-masing. Sesederhana itulah kita
bertemu dan jatuh cinta.
2
tahun bersama membuatku menjadi orang yang lebih baik. Setiap kebiasaanku yang kamu
tidak suka selalu langsung kuhentikan. Misalnya aja begadang, main game online
dan ngupil di depan umum secara brutal, lalu upilnya kutempelin di pipinya. Semua
kebiasaan jelek itu berhasil aku hentikan saat hubungan kita jalan satu bulan. Ada
satu kebiasaanku yang agak susah dihentikan, yaitu merokok.
Aku
sudah mulai merokok ketika kelas 2 SMA. Awalnya aku coba-coba mulai membeli
sebatang dua batang, hingga akhirnya kebablasan sebungkus, setiap hari.
Kamu
selalu marah setiap kali kita bertemu apa bila bajuku bau rokok. Segala jenis
parfum yang kusemprotkan mulai dari Casablanca, kispray dan wipol tidak mampu
mengalahkan aroma rokok yang sepertinya begitu sensitif di hidungmu.
“Kita
gak usah ketemu kalo kamu bau rokok.” Ancammu saat itu dengan bibir
dimanyun-manyunin. Aku tarik hidungmu dan bilang, “Iya bawel!” lalu kamu
tersenyum, aku meleleh lagi.
Tar
dan nikotin di rokok emang menimbulkan efek ketagihan. Susah untuk menghentikan
kebiasaan merokok yang statusnya kini menjadi sebuah kebutuhan. Dari dulu
sebenarnya aku sudah pengin menghentikan kebiasaan merokok ini. Tapi Butuh niat,
usaha dan alasan yang kuat untuk menghentikannya. Hingga akhirnya aku menemukan
alasan yang kuat untuk berhenti: demi bertemu dan melihat senyummu.
Butuh
6 bulan lebih bagiku untuk berhenti merokok. Oral habit yang biasanya menghisap
rokok kini kuganti dengan mengemut lollipop. Awalnya teman-teman sekampusku
mengolokku karena kebiasaan baruku ini.
“Bah,
muka sangar tapi ngemut lollipop!” kata mereka.
Aku
tidak peduli. Satu-satunya yang aku pedulikan adalah hasil dari kebiasaan baru
ini. Untungnya, hasil yang kudapat sesuai dengan yang kubayangkan. Kamu jadi
sering ndusel-ndusel ke badanku karena aku sudah tidak bau rokok, yang lebih
penting, kamu selalu tersenyum jika bersamaku.
Sepeninggalanmu,
aku benar-benar kecewa. Rokok yang sudah menjadi abu di asbak ini adalah
pelampiasanku. Aku meminum radler yang ada di tangan kiriku, dinginnya bir
melewati tenggorokanku yang terasa asam karena rokok. Aku kembali menyulut
rokok yang ternyata rokok terakhir dari bungkusnya. Aku hisap dalam-dalam dan
menghembuskan asapnya ke udara, berharap semua kenangan yang tersimpan di
pikiranku ikut terbuang bersamanya.
Aku
merasa bodoh masih mengingat setiap detail kenangan tentang kita. Apakah kamu
masih ingat jika hari ini, tepat 2 tahun lalu kita bertemu? Apakah kamu ingat
bagaimana usahaku untuk berhenti merokok? Apakah kamu ingat saat kamu ngamuk di
tengah jalan karena mendapatiku masih menyimpan rokok di kantong jaketku? Apakah
kamu ingat aku datang ke rumahmu hujan-hujanan tepat pukul 12 malam saat kamu
ulang tahun? Apakah kamu ingat saat kita kehujanan dan berteduh di depan sebuah
toko, kamu memelukku erat sekali?
Jawabannya
mungkin tidak. Setiap kenangan yang kita lalui mungkin hanya menjadi angin lalu
bagimu. Melupakanmu tidak semudah mengganti namaku di status BBM-mu menjadi
nama cowok lain, yang baru saja kamu lakukan. Kenangan selama 2 tahun seakan-akan
tidak pernah terjadi. Segampang itu ternyata, ya? Disaat aku masih
mengharapkanmu untuk kembali, kamu sudah bahagia dengan cowok lain.
Sayup-sayup
mulai terdengar lagu terputar dari kafe ini. Sebuah lagu dari band favorit kita
berdua, Panic! At the Disco.
Just one more hit and
then we're through
'Cause you could never
love me back
Cut every tie I have
to you
'Cause your love's a
fucking drag
But I need it so bad
Your love's a fucking
drag
But I need it so bad
Yeah, you're worse than
nicotine, nicotine
Yeah, you're worse than
nicotine, nicotine
Iya,
aku masih belum bisa merelakanmu seperti aku meninggalkan kebiasaanku merokok
dulu. Aku masih kecanduan akan cintamu.
Yeah, you’re worse
than nicotine.
****
Hoho.
Gue nyoba ikutan tantangan tiga rasa-nya Kresnoadi. Jadi, di tantangan itu kita
disuruh untuk membuat tulisan dengan menggunakan minimal tiga macam indera di antara 5
indera yang kita punya yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap dan
penciuman.
Tulisan
gue di atas bercerita tentang cowok yang galau karena diputusin pacarnya
setelah pacaran 2 tahun, seminggu kemudian pacarnya (okey, mantan) itu sudah
punya pacar lain. Gue nyoba pake indera penglihatan (jam dinding & cewek),
indera peraba yaitu kulit (dingin & panas), indera penciuman (aroma rokok).
Maaf ya kalo masih salah, gue gak biasa nulis gini. Biasa asal tulis tanpa
peduli ini indera apa. Muahahaha.
Btw, kayaknya gue ketagihan deh nulis kayak gini.
15 comments
Lagi bang nulis lagi
ReplyLagi bang nulis lagi
ReplyOKEH!
ReplyTunggu galau.
Keren bisa ngambil konflik cerita dari sisa rokok di asbak
ReplyLumayan kok. Inti ceritanya ga bisa move on, eh.
ReplyNice! Jadi inget Origin of Love nya Mika :)
ReplyBaru prtama nih baca cerpen/fiksi nya kak Yoga, biasanya pengalaman pribadi mulu, hehe.. Tapi kereeenn! Cerita org yg gagal move on gtu ya? Pdhal udh bner2 brenti ngerokok trs makan permen loli, eh pas udh putus ngegalaunya malah sambil ngerokok, minum pula :(
ReplyPaling bkin ngakak pas baca "Kebiasaan buruk ngupil di depan umum secara brutal" :')) Kirain mah bakal seriuss gitu ceritanya... Ehh.. Ada lawakannya jg nyempil... Tapi gapapalah, jd gak galau2 amat bacanya :p haha
muahaha sebenernya terinsipirasinya gara-gara lagunya + temen yang sering galau sambil ngerokok xD
ReplyYoi!
Replythanks anyway :D
langsung googling origin of love, inti liriknya mirip gitu ya :'))
Replymuahaha iya, ini tulisan fiksi pertama gue. awalnya emang mau nulis yang galau-galau doang, tapi ntah kenapa jari ini selalu aja nyasarnya ke komedi, jadinya ya gitu lah.
Replymakasih sudah baca :D
KOMEN!
Reply*duh maap Yog, komenku nda mutu*
Bagus cerita nya kwkwkwkwkwkwkwkw
ReplyHIH
Reply(y)
ReplyPost a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!