Tiap pagi, cuaca di kota Balikpapan belakangan ini selalu turun hujan. Ini membuat
hubungan gue dan kasur menjadi semakin sulit untuk dipisahkan. Enggak cukup
sampai di situ, tiap bangun tidur juga hidung gue mendadak mampet, badan anget,
kepala pusing. Iya, itu tandanya gue mau cedera hamstring.
YA
ENGGAKLAH!
Tandanya
gue mau pilek.
Memang
cemen sih penyakit gue. Tapi biar cemen begitu, jangan pernah meremehkan
penyakit pilek. Kita semua tau kalo pilek bisa menyebabkan hidung mampet, badan
lemes dan kepala bernanah (ini kenapa jadi serem begini?). Kombinasi hidung
mampet dan badan lemes itu tentunya bakal mengganggu kita dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Entah kerja, kuliah atau merampok bank.
Gue
pernah waktu itu lagi pilek parah. Ingus gue warnanya sampe ijo, kental,
lengket, susah dibuang. Seakan-akan si ingus itu ngontrak di dalam hidung gue.
Hidung berasa sudah penuh sama ingus, pas coba dikeluarin, eh gak ada ingusnya.
Kalo pun ada, jumlahnya dikit banget. Bahkan lebih banyak janji-janji manis pacar
dulu daripada ingus yang keluar. Gue pun jadi susah untuk bernafas. Karena
belum mau mati karena cuma gara-gara sakit pilek, gue pun bernafas menggunakan…
pori-pori. Ehe. YA PAKE MULUT LAH.
Saat
pilek parah itu pun gue mendapatkan panggilan untuk tes kerja. Menurut SMS
undangan, gue lolos seleksi administrasi dan lanjut untuk tes psikotes, pukul 8
pagi. Biar cepet sembuh dan bisa fokus di tes itu, gue langsung minum segala
macam obat. Mulai dari obat warung, obat dari dokter, sampai obat kuat.
Hari
saat tes pun tiba juga. Apakah obat yang gue minum berfungsi? Oh jelas tidak.
Gue masih pilek parah. Kondisi ini makin diperparah dengan cuaca yang pagi itu
hujan. Ini kan bikin gue dilema untuk datang ke tempat tes apa enggak? Dengan
tekad mendapatkan pekerjaan, gue pun memutuskan untuk tidur lagi. *lho*
Ya
enggaklah, gue hajar ajalah. Enggak setiap lamaran yang gue kirim bakal dipanggil
untuk tes dan kalo gue gak datang ketika sudah ada panggilan, ini kan
buang-buang kesempatan banget? Buang kesempatan buat diri gue sendiri, juga
orang lain yang gagal dipanggil karena posisinya tergeser oleh gue.
Bangkai,
keren juga gue bisa nulis kalimat di atas.
Oke,
lanjut.
Beres
mandi dan sarapan, hujan tampak belum ada tanda-tanda bakal berhenti, atau pause dulu gitu selama gue pergi. Karena
waktu sudah mepet, akhirnya gue memutuskan untuk nerobos hujan. Gue segera
pakai mantel, naik motor dan mulai pergi menuju tempat tes.
Sekitar
20 menit kemudian, gue sampai di tempat tes, sudah banyak motor lain berjejeran
di parkiran. Gue segera melepas mantel, menaruhnya di atas jok, tarik ingus dan
masuk ke dalam gedung tempat tes. Begitu masuk… DINGIN BANGET, YA ALLAH.
AC-NYA
MATIIN WOY TOLOOOONG!
INI
BOLEH NYALAIN API UNGGUN ENGGAK?!
Di
dalam gedung sudah berjejer puluhan kursi yang deretan depannya sudah terisi
oleh peserta tes. Gue memilih posisi kursi agak belakang. Baru aja mendaratkan
pantat di kursi, seorang panitia tes meminta gue pindah.
“Ayok
isi bagian depan dulu, Mas.” Kata om panitia, sambil menunjuk sebuah kursi di
bagian kiri, agak depan. Karena gue cinta damai dan tidak ingin menimbulkan
huru-hara, gue mengikuti arahan dia.
Pindah
tempat duduk ke bagian kiri, agak depan.
Terus
gue ngerasa kok makin dingin nih?
Pas
ngeliat ke atas… GUE DUDUK PAS DI BAWAH AC!
Ingus
di dalam hidung gue langsung mengeras dan makin menyumbat hidung gue. Mau
pindah tempat duduk tapi takut ditegur lagi, yaudahlah, gue pasrah aja. Gue
mulai menyalakan api unggun menggosok-gosokkan kedua tangan gue, biar
hangat.
Beberapa
peserta tes mulai berdatangan dan mengisi tempat duduk yang kosong. Beberapa
menit kemudian, daftar hadir mulai digilir untuk diisi, kemudian psikotes pun
dimulai.
Kita
semua tau, psikotes itu gak mungkin cepet. Soal-soal yang dikerjakan banyak.
Bahkan lebih banyak soal psikotes daripada jumlah Minion di film Despicable Me.
Selama pencarian kerja dan mengikuti berbagai tes, psikotes yang paling cepet
gue lakuin itu memakan waktu 2 jam. Itu artinya… paling cepat gue tersiksa gak
bisa bernafas di ruangan ini adalah 2 jam.
Psikotesnya
saat itu berlangsung seperti biasa. Ada beberapa soal psikotes yang sudah
pernah gue kerjain saat psikotes di tempat lain, ada juga beberapa soal yang baru
pertama kali gue temui, entah bentuk soalnya atau pertanyaan dari soalnya. Hal
paling menyebalkan adalah ketika lagi fokus mengerjakan soal, tiba-tiba ingus
di hidung gue terasa penuh dan… meler.
Karena
gak pengin lembar jawaban gue kejatuhan ingus yang berwarna mirip cendol basi
ini, beberapa kali gue narik-narik ingus sendiri. Suara “SROOOOOT! SROOOOTTT!!!”
pun menjadi soundtrack ruangan tes
itu.
Kenapa
ingusnya gak dibuang aja? Pertanyaan bagus!
1.
Membuang ingus sama saja membuang waktu, yang artinya sama saja membuat semakin
sedikit soal yang bisa gue kerjakan
2.
Gue gak bawa tisu
3.
Gak ada peserta tes yang dengan sukarela mau gue peperin ingus.
Psikotes
berlangsung tanpa henti selama 3 jam lebih. Kalo pun ada jeda, itu dipakai
untuk menjelaskan tata cara pengerjaan soalnya. Jadi, gue bener-bener gak ada
kesempatan untuk buang ingus ataupun nyalain api unggun.
Kombinasi
nerobos hujan, ruangan ber-AC dan gue duduk tepat di bawah AC bener-bener
menyiksa gue, terutama Kepala gue rasanya berat banget. Tiap berhasil
mengerjakan soal psikotes itu, rasanya pengin langsung sujud syukur. SUSAH WOY
MIKIR KALO LAGI PILEK GINI.
Kita
semua tau bahwa otak membutuhkan asupan oksigen untuk bisa berfungsi secara
normal. Sedangkan oksigen, masuk melalui hidung, dan saat ini hidung gue
tersumbat oleh ingus. Itu artinya oksigen tidak bisa masuk dan membuat gue gak
bisa mikir secara optimal.
Kondisi
gak bisa mikir gara-gara pilek ini bener-bener menyiksa di tes terakhir. Saat
itu gue baru aja menyelesaikan tes menggambar pohon (gue menggambar pohon
mangga), manusia (gue menggambar orang yang sedang pergi bekerja), wartegg (gue
menggambar RM SELERO BUNDO). Oke, yang terakhir bukan wartegg seperti itu. Tapi,
melanjutkan gambar dari setiap gambar yang ada di kolom.
Selesai
dengan tes menggambar tadi, seorang om panitia berdiri di depan, lalu mengambil mic dan
mulai bersabda, “Bagi yang mau ke toilet dipersilakan, karena tes selanjutnya
akan memakan waktu cukup lama dan kalian tidak bisa izin ke toilet saat tes ini
berlangsung. Saya beri waktu 10 menit.”
Dengan
penuh suka cita gue segera mengangkat pantat dan pergi ke WC untuk membuang
ingus jahanam ini. Begitu sampai WC, gue pencet hidung gue dan mulai
menghembuskan nafas kuat-kuat agar si ingus keluar.
“SROOOOOTTTT!
SROOOOOOOTTTT!!!”
Setelah
ngerasa ingusnya keluar semua, gue cek tangan gue. LAH GAK ADA INGUSNYA! INI
INGUSNYA BISA SULAP APA GIMANA?!
Mau
nyoba buang ingus lagi tapi hidung gue udah sakit banget, apalagi kuping gue
malah jadi bindeng setelah melakukan
proses pembuangan ingus yang sia-sia itu.
You
know bindeng? It’s a moment when kuping lu berdengung gitu, kayak ada
suara-suara aneh tapi di sekitar lu gak ada apa-apa. Gue udah beda tipis kayak
Profesor X yang di film X-Men.
Gue
kembali ke ruangan tes dengan hidung yang masih mampet. Sementara itu di depan,
si om panitia sudah membawa beberapa lembar kertas berukuran besar. Besarnya
kayak gengsi mantan yang kangen tapi gak mau hubungin duluan. Otak gue langsung
konek, “Wah, tes koran nih?”
Ternyata
betul, setelah kertas berukuran besar itu dibagikan ke meja peserta, om panitia
mulai menjelaskan tata cara mengerjakan tes itu. Gue setengah tidak
memperhatikan penjelasan itu karena gue sebelumnya sudah pernah mengerjakan tes
jenis ini.
Jadi,
di kertas itu ada deretan angka yang disusun secara acak dan tugas kami adalah
menjumlahkan angka itu dari bawah sampai ke atas dalam waktu tertentu (misalnya
1 menit), lalu akan ada aba-aba, “pindah!”
yang artinya kami musti pindah kewarganegaraan baris dan mulai
menjumlahkan lagi dari bawah ke atas. Biasanya tes ini enggak memakan waktu
lama. 10-15 menit juga selesai.
Tapi,
samar-samar gue mendengar penjelasan dari panitia berbeda dengan pengalaman
yang pernah gue lakuin itu. Penjelasannya kira-kira begini:
1.
Menjumlahkan dari atas ke bawah
2.
Soal dikerjakan dalam waktu 1 jam non stop
3.
Akan ada aba-aba “garis!” di menit-menit tertentu yang artinya kami harus
membuat tanda garis di penjumlahan yang sedang dikerjakan.
4.
Soalnya bolak-balik (kerjakan bagian depan dulu sampai selesai semua, baru
bagian belakangnya, jika sudah selesai dan masih ada waktu bisa meminta
tambahan kertas. Pas denger penjelasan ini rasanya pengin marah. SATU LEMBAR
AJA BELOM TENTU SELESAI!)
Oiya,
belakangan gue tau ternyata tes Koran yang gue lakuin itu dulu namanya tes
kraepelin, sedangkan yang sekarang adalah tes pauli.
tes kraepelin |
Sekarang
masalah gue cuma satu: bagaimana bisa mikir dengan hidung mampet seperti ini. SATU
JAM NON STOP JUMLAH-JUMLAHIN ANGKA, YA ALLAH…
“Oke,
bisa kita mulai… sekarang.” Kata om panitia.
Gue
mengambil pulpen, membuka lembaran kertas itu dan mulai mengerjakan.
Awalnya
semua berjalan lancar jaya. Gue masih baik-baik aja, lancar ngerjain tanpa
perlu berpikir keras. Sepuluh menit kemudian isian lembaran gue mulai lambat
terisi.
“GARIS!”
Setelah
memberi garis, gue kembali mengerjakan lagi. Berusaha mendapatkan ritmen dan
tempo yang asoy seperti awal-awal mengerjakan. Teriakan “Garis!” sedikit banyak
merusak konsentrasi gue. Gue mulai geleng-geleng kepala, tangan juga mulai
pegel, tapi gue masih berusaha fokus.
“GARIS!”
Menit-menit
selanjutnya fokus gue mulai terpecah antara ngerjain soal atau nahan ingus yang
mulai meler. Gue narik ingus gue pelan-pelan karena takut merusak konsentrasi
peserta lain dengan suara ingus yang syahdu ini. Hasilnya adalah gue mulai
enggak bisa mikir sama sekali.
“Satu
tambah tiga, empat.” Gue tulis angka empat.
“Empat
tambah lima, sembilan.” Gue tulis angka sembilan.
“Lima
tambah delapan…”
“LIMA
TAMBAH DELAPAN ITU BERAPA YA?!”
“AAAARRRGGHHH
BERAPA LIMA TAMBAH DELAPAN?!”
Kepala
gue mendangah ke atas, ngeliatin plafon, berharap ada jawaban lima tambah delapan
di sana. Gagal. Gue gak nemuin jawaban di sana. Gue mulai zikiran dan berpikir
keras. “Berapa lima ditambah delapan ya Allah?”
“AH
TIGA BELAS! IYA BENER TIGA BELAS!!!”
Pulpen
gue arahkan ke kertas, gue akan menulis angka tiga aja karena jika hasil penjumlahannya
puluhan, maka yang ditulis adalah angka terakhirnya.
Coretan pulpen mulai membentuk bulatan untuk kepala angka tiga…
“GARIS!!!”
KAGET
ANJER!
AAAAKKK TADI LIMA TAMBAH DELAPAN BERAPA HASILNYAAA?!
AAAAKKK TADI LIMA TAMBAH DELAPAN BERAPA HASILNYAAA?!
Selain
diburu oleh waktu dan aba-aba “garis” yang cuma panitia dan Tuhan yang tahu
kapan diteriakkan, sayup-sayup mulai terdengar suara kertas yang dibalik oleh
peserta lain, tanda lembar bagian depan sudah terisi semua. Sementara itu
kertas gue baru terisi setengah lembar.
ITU
SARAPAN PAKE KALKULATOR APA GIMANA KOK CEPET SIH?!
Gue
mulai memotivasi diri gue sendiri supaya bisa cepet mengejar keteringgalan.
“Ayo, Yog! Kamu pasti bisa! Bisa gak lolos kalo selembar doang gak selesai!”
Gue
biarin ingus gue meler dan mulai menggunakan mulut gue untuk bernafas, lalu gue
mulai memusatkan pikiran dan konsentrasi untuk menjawab soal anak SD ini.
Aba-aba “garis!” yang sebelumnya ngagetin mulai bisa gue atasi. Hasilnya?
Lembar bagian depan sudah terisi penuh dan dengan sombongnya gue membalik ke
lembar belakangnya. Saat membalik kertas itu rasanya kayak tiba-tiba ada lagu We’re The Champions menggema di ruangan.
“Oke,
sekarang fokus kayak tadi!” kata gue, dalam hati.
Baru
aja mau menjumlahkan tiga tambah delapan, dari arah belakang terdengar suara
cowok yang bilang, “Pak, minta tambahan kertas.”
Ya
Allah… Merusak momen kemenangan gue aja.
ITU
PASTI PAKE JOKI!
ITU
PASTI NGECHEAT!
KOK
CEPET WOY TUNGGUIN NAPA!
Gue
langsung buru-buru ngerjain soal di lembar belakang. Berusaha agar bisa cepat
menyelesaikan lembar ini lalu meminta lembar soal lagi. Mungkin karena emang
gue sudah gak bisa mikir dengan cepat gara-gara pilek, ditambah ada rasa
‘takut’ karena sudah ada peserta lain yang mengerjakan dua lembar, konsentrasi
gue buyar. Penyakit gak bisa ngitung penjumlahan yang sebenernya cemen kembali
kumat, membuat beberapa detik terbuang percuma.
Akhirnya
gue sadar, gue gak perlu mikirin pekerjaan orang lain. Gue cukup fokus dengan
pekerjaan gue sendiri dan berusaha menyelesaikan dengan sebaik-baiknya. Saat
panitia mengumumkan waktu selesai, gue hanya bisa mengerjakan satu lembar
setengah. Gue liat peserta lain ada yang sama kayak gue, ada yang lembar
pertama aja belum selesai, ada juga yang nyaris selesai selembar.
Seiring
dengan selesainya psikotes hari itu, gue memutuskan untuk langsung pulang. Gue
sudah berencana jika sampai di rumah langsung makan siang, minum obat dan
tidur. Biar gue gak perlu lagi tes sambil disiksa oleh hidung yang mampet.
SALAM INGUS!
--
Sumber
gambar:
http://bayuaditya0.blogspot.co.id/2015/05/kraepelin-dan-pauli-test.htmlhttp://www.teskerja.com/2014/11/tips-lulus-cara-mengerjakan-tes-wartegg.html
https://bundajie.wordpress.com/
41 comments
jorok bat postingannya hhhh :(
ReplyHUAHAHAHAHA
Replywah aku pertamax hm sungguh suatu kebanggaan
ReplyNjir lah..
ReplyAku lagi makan, kebetulan depan laptop. Dan kebetulan rencananya maen kesini, lah, lagi makan, di sambut tuh sama foto bocah yang itu..
Berhenti makannya ah :(
Jorok.
ReplyBang pernah gak ingusnya ketelen pas lagi narik narik ingus? Hahaha.
ReplyWih salut dah, soalnya ngerjain kaya gitu kan harus konsentrasi apalagi yang tambah-tambahan angka itu, kere. Semoga keterima bang!
Lain kali bawa selampe/tisu bang, buat meperin ke orang :D
YA ALLAH GUE BACA INI SAMBIL SARAPAN BUBUR AYAM. SUNGGU MENAMBA KENIQMATAN.
ReplyKeren juga kamu bang. Jadi soundtrack ruangan kelas tes psikotes.Coba deh sesekali ingusnya gausah dibuang, ditelen aja. Enaq. Dingin.
Njiiir ingusnya mantaaaaabbbbb, sedot rasanya asin-asin pasti hehe
ReplyAnjir! Foto terakhir itu gak ngenakin bgt ya. Itu Lo pas zaman kapan? Wkwkw
ReplyBajingan!!! kenapa warna, bentuk, kekentalan dan gambar harus ditampilkan.. :)
Replyanju... tes gambar wartegg digambar RM Salero Bundo.. xD
Replykalo saya kejadian nahan ingus itu pas tes Toefl, dapat bangku disamping AC (ac nya yg kayak salon speaker) itu kesiksa banget. karena nggak bawa tisu juga, dan ingusnya mulai meleleh, mau gak mau dilepehin ke lengan baju panjang. bodo amat lah, entar dicuci.
itu peserta yang cepet kayaknya perlu ditawarin obat kuat pria deh, Pung..
Pasti pernah coba :D
ReplyEmang betul kata dokter, virus Flu dapat menular, bukan hanya dari kontak langsung tapi juga bisa melalui tulisan.
ReplySetelah baca tulisan lo yog, gue juga jadi ikutan Pilek.
Photo yang terakhir, adooh, itu adek lo iya,? Owh jadi gimana dengan test pisikotes nya lulus tidak,?
GAMBAR TERAKHIR DIJAGA! NGESELIN BANGET NJIR.
ReplyKeapesannya berturut-turut ya, Yogs. Mhuahahahahahahaha. Tapi nggak papa. Suara srot srot srot itu jadi hiburan buat para peserta tes. Yuhuuuu~
Baca ini aku jadi inget pengalamanku waktu jadi Customer Service. Waktu itu aku lagi pilek parah, ingusnya ya kayak cendol basi gitu juga. Pas ngetik tanda terima, aku tengadahin kepala biar ingusnya nggak meler. Nah terus pas selesai ngetik dan jelasin tanda terima plus prosedur ke pelanggan, dengan sekuat tenaga aku berusaha buat nggak narik ingus. Tapi nggak bisa. Huhuhu. Jadilah srot-srot mulu. Tapi mau gimana, kalau pegang tisu mulu keliatan nggak sopan. Mau ijin ke ke belakang juga lagi nggak bisa :(((
buset daaaah jumlah ingus disamain sama janji manis para mantan =))
Replytak pikir tadi adminnya punya hubungan gelap sama kasurnya. kalo pilek itu malah bikin sussah tidur, mau napas pun tersendak-sendak. biingung deh pokoknya.
Replybtw, aku suka gambar paling bawah, butuh kerja keras lho ngeluarin sebanyak intu.
oiya. blogmu udah tak follow, kalo berkenan silakan follow juga blog-ku ya. biar makin akrab. salam kenal, ya. he he.
ReplyHahaha tes paling ngeselin TES PAULI!!! paling rese kalau udah teriak GARISS!!! langsung deh buyar hitungannya. 1+2 aja lupa berapaa...
Replybaidewee... buku lu masih dijual ngk ? gue mau beli yog ? :)
ReplyGue biasanya kalau ujian apa-apa lagi pilek, biasanya dapat hasil bagus. UN SD dan SMP kebetulan lagi pilek, nilai rata-ratanya sampai 9. Giliran SMA sehat-sehat aja rata-rata cuma 7. Siapa tau lu punya keberuntungan yang sama kayak gue. :))
ReplyTes koran terfavorit. Bangke sih, waktunya cuma satu menit aja. Paling bagus cuma sampai baris kedelapan. :(
FOTONYA DIHAPUS AJA DONG!
Gue malah salah fokus bacanya jadi ((kepala gue berak bangget)). Ampuni aku wahai shohabat. :(
ReplyGambar manusia sama gambar pohon paling malesin dari setiap psikotes. Gambar manusia yang gue tahu adalah menggambarkan diri sendiri sekitar 5-10 tahun mendatang. Cuma, gue nggak rela masa diri gue jelek gitu karena tangan kaku buat gambar. :( Terus pas gambar pohon juga nggak boleh gambar beberapa pohon. Gue pernah udah gambar pohon apa gitu, terus baru baca cacatan di bawahnya. Pohon yang gue gambar itu dilarang. Taek.
ReplyOh, nama tesnya itu toh. Ah, tetep lebih enak tes koran nyebutnya.
GAMBAR TERAKHIR BERENGSEK! Gue baca ini sambil makan euy. PAK RUSTAAAAAM MANA PAK RUSTAM?!
HUAHAHAHAHA (2)
ReplyHUAHAHAHAHA (3)
Replypernah, itu kalo udah mampet banget jadinya gue tarik2 nafas, eh malah ketelen :v
Replyalhamdulillah kalo bisa membantu dik ulan mencapai kenikmatan. :)
Reply(((enak)))
(((dingin)))
hahahaha jorok aslik.
Replybukannya itu foto lo? :))
Replyjorok apasi? biasa aja :(
Replyebuset malah seneng tes koran hahaha
agar supaya pembaca dapat membayangkan dengan jelas.
Replygreget abis. terus ingusnya keburu mengeras permanen di lengan baju? :)))
Replywah hebat *tepuk tangan*
Replypadahal itu pict bagus banget :"
Replykirain kamu berharap suara hiburan itu crot crot crot. Ehe.
huahahaha susah ya kalo pilek terus kerja di bagian front liner gitu :'))
huahahaha
Reply(((admin)))
Replyya begitulah kira2 hahaha
kalo mau akrab mah sering2 main ke sini, karena gue dari awal ngeblog cuma follow blog yang gue suka aja, bukan karena difollow terus gue follow balik. hehehe.
ReplyBETOL SEKALEEEEE!
ReplySudah gak ada sih kayaknya, tapi kalo ada bazar buku gitu sering muncul. :')
ReplyKEBERUNTUNGAN MACAM APA ITU :)))
ReplyOh itu berarti tes kraepelin, kalo cuma semenit semenit doang ._.
....
Replyhuahahah gue juga gambar diri sendiri terus, untungnya masih lumayan bisa gambar kalo gue. kadang liat gambar peserta lain tangannya bulet kayak doraemon gitu, mendadak sedih. :')
Replyiya, gue pikir sama aja tes koran. ternyata beda. :))
Post a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!